Artikel
kali ini adalah penutup dari artikel-artikel sebelumnya, dari hari ke-1 sampai
hari ke-14 kemarin kita sudah mengetahui tentang Energi Terbarukan yang
potensinya sangat besar di Indonesia. Selain itu, kita juga sudah tahu cara
memelihara Energi Tak Terbarukan dimana energi jenis ini akan menjadi hal yang
langka jika kita pakai terus menerus. Sampai pada titik dimana kita membahas
tentang Konservasi Energi melalui upaya-upaya yang bisa kita lakukan untuk
menghemat penggunaan energi dan terakhir saya telah memaparkan beberapa
tantangan serta Isu tentang Energi yang sedang dan akan dihadapi oleh
Indonesia.
Indonesia
di takdirkan memiliki sumber daya alam melimpah dengan potensi luar biasa mulai
dari migas, mineral batubara, hutan serta lautnya. Namun ada pendapat sederhana
yang menyatakan bahwa negara yang memiliki sumber daya besar akan memiliki
tingkat keberhasilan besar pula, jelas sekali pendapat tersebut tidak terbukti
dalam konteks Negara kita, Indonesia.
Indonesia sudah tujuh puluh tahunan merdeka, namun kedaulatan energi kita masih belum dinikmati rakyat secara nyata, rata dan adil. Lihat saja Kalimantan yang merupakan daerah penghasil energi nasional terbesar dengan Blok Mahakamnya, namun ironis, justru disana masih sering terjadi pemadaman listrik. Belum lagi beberapa kasus di Sumatera Utara, di mana terjadi kurangnya stok energi untuk menyebabkan beberapa industri gulung tikar.
Indonesia sudah tujuh puluh tahunan merdeka, namun kedaulatan energi kita masih belum dinikmati rakyat secara nyata, rata dan adil. Lihat saja Kalimantan yang merupakan daerah penghasil energi nasional terbesar dengan Blok Mahakamnya, namun ironis, justru disana masih sering terjadi pemadaman listrik. Belum lagi beberapa kasus di Sumatera Utara, di mana terjadi kurangnya stok energi untuk menyebabkan beberapa industri gulung tikar.
Sekarang
pertanyaan yang perlu kita kita renungkan adalah...
Benarkah
saat ini Indonesia telah mampu memenuhi kebutuhan konsumsi energi nasional
secara mandiri?
Benarkah
Indonesia dapat dengan nyaman mengatur kebutuhan rakyatnya akan energi?
Sekarang
saya akan mengajak kalian untuk memikirkan sebuah gagasan agar ide dan gagasan
tersebut daapat menguatkan kembali sektor Energi bangsa kita. Indonesia
seharusnya dapat berdikari dan tentunya semua elemen masyarakat Indonesia juga
seharusnya dapat merasakan 100% potensi energi di negara kita. Sebenarnya ada
banyak gagasan menarik yang saya temukan terkait dengan tujuan yang saya
sebutkan tadi.
Tapi
saya menemukan 10 gagasan yang saya rasa ‘Masuk Akal’ untuk diterapkan di
Indonesia, melihat kondisi bangsa kita saat ini. Berikut ini adalah gagasan-gagasan
tentang cara menguatkan kembali sektor Energi di Indonesia berdasarkan dari
penelitan oleh Tim Riset McKinsey & Company pada tahun 2014 yang lalu.
1. Menghimpun Kemauan Politik (Political
Will) Untuk Mengurangi Subsidi Energi
Sumber: http://retorics.blogspot.co.id
Angka
subsidi bahan bakar minyak Indonesia sudah marak tersebar dimedia-media
nasional, yakni lebih dari $30 miliar setiap tahunnya. Jika kita bandingkan,
jumlah tersebut melampaui pos pengeluaran pemerintah di bidang kesehatan dan
pendidikan. Jumlah itu juga hampir setara dengan biaya pembangunan 31.000
kilometer jalan baru, 2.000 rumah sakit kelas C, atau tiga kilang minyak kelas
dunia per tahun. Jika kondisi ini terus berlangsung, Tim Riset
McKinsey&Company memperkirakan bahwa biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah
untuk subsidi energi Indonesia akan mencukupi semua kebutuhan infrastruktur
antara tahun 2011 hingga 2025 yaitu sekitar $200 miliar sesuai dengan
masterplan pembangunan ekonomi pemerintah.
Upaya
untuk mengurangi subsidi tentunya memerlukan kemauan politik. Kita pasti tahu
bahwa memang ada beberapa masyarakat Indonesia yang masih memerlukan subisidi.
Namun demikian, penyaluran subsidi perlu diberikan langsung hanya kepada mereka
yang membutuhkan, untuk menjamin bahwa mereka yang membutuhkan terlindungi,
sementara dana yang vital juga dapat direalokasikan untuk pembangunan di bidang
kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur yang akan mengakselerasi pertumbuhan
Indonesia dalam jangka panjang nantinya.
2. Mengatasi Akar Permasalahan Dibalik
Lambatnya Penambahan Kapasitas Pembangkit Listrik
Sumber: http://www.nttonlinenow.com/
Kondisi
industri listrik di Indonesia masih jauh dari optimal, pemerintah memberikan
subsidi berjumlah besar kepada konsumen guna menjaga harga tetap rendah dan
akibatnya pendapatan produsen listrik saat ini hanya dapat menutupi dua pertiga
biaya produksi. Program untuk meningkatkan kapasitas pembangkit mengalami
keterlambatan.
Banyak negara telah berhasil memisahkan peran
regulator dan operator
dalam sektor kelistrikan dan memperoleh manfaat yang cukup signifikan baik
untuk pemain industri maupun konsumen. Pemberlakuan perbedaan tarif atau
penetapan harga secara regional juga dapat dipertimbangkan. Sebagai contoh,
pemerintah pusat dapat memberikan subsidi kepada masyarakat kelas bawah dengan
membuka peluang bagi pemerintah daerah untuk melakukan penambahan (top up)
nilai subsidinya di daerahnya masing-masing jika dirasa perlu.
Rencana
Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Indonesia mencanangkan tujuan untuk
meningkatkan kapasitas pembangkit listrik dari 42 GW pada akhir tahun 2013
menjadi 90 GW pada tahun 2022, dan di saat yang bersamaan juga meninggalkan
penggunaan bahan bakar minyak yang mahal. Dalam menjawab tantangan tersebut
sebuah inisiatif telah mulai dilakukan oleh Unit Kerja Presiden Bidang
Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) dan Kementerian Keuangan.
Inisiatif tersebut perlu didukung, dipertahankan, dan diperkuat, serta idealnya
diberikan mandat untuk memastikan proses pelaksanaannya.
3. Memperkenalkan Insentif Yang Sesuai (Tailored
Incentives) Untuk Eksplorasi Dan Pengembangan Minyak Dan Gas, Termasuk
Minyak Non-Konvensional
Sumber:
http://bimg.antaranews.com
Indonesia
memerlukan penemuan besar dan pengembangan baru dalam sektor minyak dan gas,
tetapi saat ini pemerintah kita belum melakukan investasi yang memadai dalam
hal eksplorasi dan pengembangan dalam sektor energi ini. Menurut Tim Riset
McKinsey&Company bahwa data telah menunjukkan realitas yang memprihatinkan
dimana cadangan minyak telah berkurang dari 5,6 miliar barel pada tahun 1992
menjadi 3,6 miliar barel pada saat ini.
Meskipun
para ahli di bidang industri melihat potensi yang tinggi pada sektor sumber
daya di Indonesia, tapi sejumlah tantangan masih menghadang. Rezim fiskal untuk
sumber daya konvensional di Indonesia masih merupakan salah satu yang paling
memberatkan di dunia.
Hal
ini berakibat terhadap berkurangnya daya tarik Indonesia di mata perusahaan
lokal maupun asing dibandingkan di negara-negara lain.
Indonesia perlu
mempertimbangkan pemberian insentif secara selektif pada proyek eksplorasi dan
pengembangan baru di sektor migas. Malaysia telah berhasil melakukan hal serupa
selama beberapa tahun. Sebagai contoh, kontrak baru yang berbasis risk-sharing
(berbagi risiko) mampu menarik berbagai perusahaan baru untuk bergabung
dalam aktivitas pengembangan cadangan energi.
Untuk
mengatasi masalah penurunan produksi, Indonesia perlu melakukan tiga hal yaitu:
- Menciptakan insentif tambahan untuk eksplorasi dan pengembangan energi non-konvensional;
- Menegakkan semua kontrak hukum dan memperjelas peraturan pelaksanaan;
- Menangani kasus korupsi di seluruh lini sistem.
4. Mengakselerasi Pembuatan ‘Cetak Biru’
Infrastruktur Gas Nasional
Sumber:
http://beritainternusa.com/
Indonesia
pernah menjadi pelopor ekspor Liquefied
Natural Gas (LNG) di era 1970-an dan memproduksi gas yang melebihi
kebutuhan pasar dalam negerinya. Indonesia terus melanjutkan ekspor LNG dari
fasilitas LNG yang terkenal, seperti Arun, Bontang, dan Tangguh. Apabila
melihat kedepan, proyek-proyek utama Hulu di Indonesia juga berada pada sektor
gas, seperti misalnya, Donggi Senoro Indonesia Deepwater Development (IDD),
Jangkrik, dan Masela.
Gas
alam jelas memiliki peran penting untuk masa depan energi Indonesia. Selama dua
dekade terakhir, tidak ada ladang gas darat (onshore) baru yang secara
signifikan telah dikembangkan untuk menggantikan ladang gas yang menurun
produksinya di Jawa Barat, Sumatera Tengah dan Selatan. Sementara itu gas alam
diproduksi di Kalimantan, Sulawesi dan Papua.
Saat
ini gas tersebut tidak dapat memasok kebutuhan di Pulau Jawa karena kurangnya
infrastruktur transmisi termasuk defisit jaringan pipa dan terminal
regasifikasi. Sejalan dengan menurunnya sumber gas lokal di Jawa dan Sumatera
Selatan, Indonesia akan membutuhkan infrastruktur regasifikasi LNG baru di Jawa
dan Bali, bersama dengan jalur pipa transmisi untuk menghubungkan pasar utama
di Jawa dengan sumber gas di Indonesia bagian timur. Untuk memenuhi semua ini,
investasi yang dibutuhkan akan mencapai sekitar $2 miliar.
Mengakselerasi
‘cetak biru infrastruktur gas’ untuk
Indonesia harus menjadi prioritas utama bagi pemerintah.
5. Memperbarui
Kilang Lama Secepat Mungkin
Sumber:
https://www.merdeka.com
Lima kilang minyak dan gas utama
Indonesia mengalami kerugian sekitar $1 miliar per tahun mengacu pada harga
pasar saat ini. Seandainya kilang-kilang ini dioperasikan dengan sempurnapun,
kelima kilang tersebut masih akan mengalami kerugian dengan nilai yang hampir
sama. Penyebabnya adalah konfigurasi teknis kilang tersebut pada saat dibangun
yang sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi Indonesia pada saat ini.
Sejumlah faktor seperti usia
kilang, teknologi yang masih sederhana, dan fakta bahwa kilang didesain pada
saat itu untuk minyak mentah Indonesia yang berupa sweet and light crude oil,
konfigurasi kilang-kilang ini tidak lagi sesuai untuk memenuhi kebutuhan saat
ini. Alhasil, harga bensin dan diesel dari kilang-kilang tersebut jauh lebih
mahal untuk diproduksi dibandingkan dengan harga produk impor.
Pembaharuan
kilang yang ada lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan alternatif untuk
membangun kilang baru. Hal ini berpotensi meningkatkan produksi bensin dan
solar dua hingga tiga kali lebih besar untuk investasi yang sama. Keuntungan
ekonominya akan jauh lebih tinggi daripada proyek greenfield karena
memanfaatkan infrastruktur dan lahan yang sudah ada. Pembaharuan ini memiliki
potensi untuk menjadi proyek yang bernilai sangat tinggi bagi negara. Selain
itu, terdapat pula potensi untuk menggandakan pasokan bahan bakar minyak (BBM)
domestik.
6. Meningkatkan Mutu Jaringan Distribusi
Bahan Bakar
Sumber: http://forum.liputan6.com
Indonesia
memiliki salah satu rantai pasokan produk bahan bakar yang paling kompleks di
dunia karena kondisi geografis (negara kepulauan yang memiliki lebih dari
17.000 pulau) dan sebaran penduduknya. Negara juga bergantung pada impor bahan
bakar jadi dari pasar regional dan kemungkinan akan terus membutuhkan impor di
tahun-tahun mendatang. Indonesia dirasa perlu melakukan investasi secara
agresif untuk meningkatkan jaringan infrastruktur bahan bakar, serta fasilitas
penyimpanan dan armada tanker demi memastikan keandalan dan efisiensi
pasokannya.
Dengan
latar belakang tersebut, Indonesia perlu mempertimbangkan tiga hal yaitu:
- Melakukan investasi dalam peningkatan kapasitas penyimpanan guna memperoleh keuntungan dari peluang blending dan trading; dan pada saat yang bersamaan juga mengurangi kerentanan terhadap fluktuasi harga;
- Meneruskan penggunaan teknologi canggih seperti gantry otomatis yang memiliki throughput tinggi, serta manajeman operasi terpusat dengan data real-time;
- Mengambil keuntungan dari lokasi geografis dan menjadi pusat alih muatan (trans-shipment hub) dan perdagangan migas, mengikuti jejak Singapura dan Johor.
7. Investasi Pada Energi Terbarukan
Sumber: https://www.tambang.co.id
Bauran
bahan bakar (fuel mix) yang direncanakan di Indonesia dirancang untuk
mencapai produksi berbiaya termurah dengan memaksimalkan persentase batubara
dan gas dalam bauran tersebut. Kontribusi batubara dan gas diproyeksikan untuk
mencapai 84% dari total produksi listrik di tahun 2017. Namun terdapat pula
kesempatan untuk meningkatkan kontribusi dari energi terbarukan dalam fuel
mix Indonesia, khususnya dengan geothermal, hidro, dan biomassa.
Potensi
geothermal diperkirakan akan mencapai 27 GW dibanding kapasitas terpasang saat
ini yang sekitar 1 GW, sedangkan potensi yang belum dimanfaatkan pada hidro di
Indonesia sekitar 70 GW. Tenaga surya memiliki potensi yang lebih rendah, namun
masih menjanjikan, khususnya di Indonesia bagian timur.
Sejumlah
teknologi ini, termasuk biomassa, masih membutuhkan pengembangan teknologi
lebih lanjut sebelum mencapai tingkat ekonomis (economically viable).
Energi terbarukan lain seperti tenaga surya masih belum kompetitif dalam skala
besar dan untuk mencapai paritas grid (grid parity), namun bisa menjadi
pilihan ekonomis untuk pembangkit listrik yang tersebar dibandingkan dengan
bahan bakar minyak dan distilat yang sangat mahal (keduanya memiliki biaya
energi yang disetarakan di kisaran 2.300 - 2.500 Rupiah/kilowatt).
Energi
geothermal telah kompetitif di beberapa kawasan, namun kenaikan tarif atas
kebutuhan geothermal perlu disepakati guna memberi insentif kepada produsen
hulu untuk berinvestasi, dan perlu dibarengi juga dengan upaya percepatan
lisensi dan perizinan. Guna mendorong adopsi teknologi energi terbarukan secara
aktif, pemerintah dapat memperkenalkan feed-in-tariff per wilayah dan
mempercepat penerbitan lisensi dan perizinan.
8. Investasi Pada Gas Untuk Transportasi
Sumber: http://www.mcicoach.com
Urbanisasi
dan pertumbuhan ekonomi yang pesat mendorong pertumbuhan yang signifikan pada
kendaraan transportasi di kota-kota besar Indonesia. Hal ini menyebabkan
ekspansi yang signifikan atas subsidi bahan bakar karena kendaraan tersebut
mengonsumsi bensin dan solar serta menyebabkan polusi udara di perkotaan.
Penggunaan compressed natural gas (CNG) untuk kendaraan adalah pilihan
yang menarik yang dapat mengurangi subsidi dan meningkatkan kualitas udara.
Hal
ini telah berhasil diimplementasikan di beberapa kota di Asia, termasuk New
Delhi, Mumbai, dan Bangkok. Di Indonesia, hal ini akan membutuhkan pendekatan
terpadu yang menggabungkan beberapa elemen diantaranya:
- Insentif ekonomi bagi konsumen, produsen, dan pemasar, yaitu diperlukannya penentuan harga optimal untuk solar agar konsumen dapat memulihkan investasi yang mereka keluarkan dengan mengonversi kendaraan dalam kurun waktu 12 bulan;
- Produsen dan pemasok mendapatkan laba investasi yang memadai;
- Pemasar mendapatkan margin yang sesuai;
- Dukungan peraturan yang mewajibkan kendaraan transportasi untuk beralih menggunakan CNG; dan
- Menyiapkan infrastruktur penting yang memungkinkan pemasangan converter kit dan pompa bensin untuk mengisi bahan bakar di lokasi yang mudah terjangkau.
Indonesia
juga perlu mematok target untuk mengonversi sekitar 250.000 kendaraan umum
dalam lima tahun mendatang. Diperkirakan langkah ini dapat menghemat subsidi
negara hingga $2 miliar.
9. Mempromosikan Kendaraan Listrik Di
Kota-Kota Besar
Sumber: http://assets.kompasiana.com
Kendaraan
listrik (electric vehicles atau EV) dinilai dapat menghasilkan pengaruh
yang signifikan sebagai salah satu opsi transportasi darat. Hal ini didasarkan
pada efisiensi energi yang unggul, dampak lingkungan yang positif dan potensi
bisnis yang mendukung. EV sangat relevan bagi masyarakat yang memiliki banyak
jarak tempuh per tahun namun terbatas di perkotaan.
Taksi
adalah salah satu contoh yang bagus karena menempuh ribuan kilometer per tahun,
namun masih berada dalam jangkauan yang dekat dengan stasiun pengisian. EV juga
memiliki emisi karbon dioksida yang jauh lebih rendah, dan beremisi nol untuk
polutan lainnya (nitrogen oksida, sulfur oksida, partikel). EV sangat
dimungkinkan sebagai bentuk transportasi alternatif di kota-kota besar seperti
Jakarta yang berpenduduk sangat terkonsentrasi dan memiliki proporsi tinggi
untuk perjalanan jarak pendek.
Dengan
kemajuan teknologi baterai terbaru, kini kinerja, keamanan dan biaya baterai
telah menjadi lebih terjangkau. Karena sistem
subsidi yang kurang efisien di Indonesia, peralihan ke EV akan membantu
mengurangi beban subsidi (mobil akan lebih hemat energi dengan menggunakan
tenaga listrik, bukan solar/bensin). Potensi penghematan subsidi adalah sebesar
Rp 800 miliar untuk setiap lot 100.000 kendaraan yang dikonversi dari bensin
atau solar ke listrik.
10. Membangun Kapabilitas Dan Pemimpin
Lokal Yang Handal
Sumber: https://www.youtube.com
Indonesia
adalah pemimpin energi di masa lalu. Sebagai contoh, pembangunan sistem Production
Sharing Contract untuk mengembangkan sumber daya hulu dan didirikannya
fasilitas ekspor LNG terbesar di dunia pada era 1970-an.
Di
masa mendatang, teknologi, kapabilitas, dan pemimpin adalah faktor utama untuk
memenangkan persaingan. Sebagai contoh, Indonesia memerlukan akses teknologi
yang lebih mutakhir serta para ahli teknis guna meningkatkan produksi di ladang
yang telah siap dengan menggunakan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR)
dan Improved Oil Recovery (IOR).
Hal
ini serupa dengan teknologi non-konvensional seperti Coal Bed Methane (CBM)
dan ekstraksi shale gas. Peningkatan mutu kilang membutuhkan kemampuan
eksekusi proyek berskala besar yang belum pernah dilakukan dalam beberapa
dekade terakhir di Indonesia. Teknologi batubara baru, termasuk clean coal dan
coal-to-liquids memiliki potensi untuk memperbarui kembali industri ini.
Dalam
merancang kebijakan tentu akan ada banyak opsi pilihan yang memiliki kelebihan
dan kekurangannya masing-masing, yang dipilih tentulah kebijakan yang
benar-benar dirasakan kebermanfaatannya dan keberlanjutannya untuk masyarakat
dan juga Indonesia pada masa depan nanti (sustainable).
Kita
harus percaya dan optimis bahwa Indonesia memiliki sumber daya alam dan manusia
yang memadai untuk mencapai aspirasi pertumbuhan ekonominya. Sebagai warga
negara yang baik, kita berharap bahwa ide-ide di atas akan membantu Indonesia
untuk mewujudkan sejumlah potensi tersebut. Semoga saja gagasan-gagasan yang
baik yang telah dipaparkan dalam artikel ini dapat menjadi masukan kepada
pemerintah dalam merancang program-program yang dapat menguatkan kembali sektor
Energi di Indonesia. Indonesia sudah selayaknya menjadi negara maju dan
memiliki ‘Power’ tidak hanya di level asia tenggara tapi juga di kanca dunia.
Untuk data dan informasi yang lebih akurat terkait dengan Energi di Indonesia, kalian dapat mengunjungi website resmi Kementerian ESDM RI berikut ini ya (www.esdgm.go.id).
Semoga artikelnya bermanfaat dan sampai jumpa lagi di artikel-artikel menarik lainnya!
#15HariCeritaEnergi
Daftar Pustaka
Budiman, A., Das, K., Mohammad, A., Tee Tan, K.,
& Tonby, O. (2014). Sepuluh gagasan untuk menguatkan kembali sektor
energi Indonesia. McKinsey&Company.